Terjemahan Q
From the desire to earn extra income, make me thinking about the business opportunities that can bring in some money.
Many examples of some success people by doing what they love. It made me think about what I love. From some of the business opportunities, I glanced at the things I love. after sometime of reflection, I finally decided to try my luck by applying as a freelance translator. Eventhough, up to this writing I haven't got invitation of contract, still my work gave me satisfaction.
Here's an example of my translation. Not the best one, but like people say when else if not now.
Harry Potter and the Sorcerer's Stone
CHAPTER ONE
THE BOY WHO LIVED
Mr. and Mrs. Dursley, of number
four, Privet Drive, were proud to say
that
they were perfectly normal, thank
you very much. They
were the last people you'd expect to be
involved in anything strange
or mysterious,
because they just didn't hold with such nonsense.
HARRY
POTTER DAN BATU BERTUAH
BAB
I
BOCAH
LAKI-LAKI YANG BERTAHAN HIDUP
Mr dan Mrs. Dursley,
dari nomor empat, Privet Drive,
bangga untuk mengatakan bahwa mereka sangatlah normal, terima kasih banyak.
Mereka adalah orang terakhir yang kamu harapkan untuk terlibat dalam hal yang
aneh dan misterius, karena mereka tidak tahan dengan omong kosong seperti itu.
Mr. Dursley was
the director of a firm called Grunnings, which made drills. He was
a big, beefy man with hardly any neck, although he did
have a very large mustache. Mrs. Dursley was thin and blonde and had nearly twice
the
usual amount of
neck, which
came
in very useful as
she
spent
so
much of her time craning over garden fences, spying on the neighbors. The Dursleys had a small
son
called Dudley and in their
opinion there
was
no
finer boy anywhere.
Mr. Dursley adalah
direktur dari sebuah perusahaan bernama Grunning, yang membuat mesin bor. Dia
adalah seorang pria yang besar dan gemuk dengan leher yang hampir tidak
kelihatan meskipun dia memang punya kumis yang sangat lebar. Mrs. Dursley
orangnya kurus dan berambut pirang dan memiliki hampir dua kali lipat leher
biasa, yang sangat berguna sebagaimana dia banyak menghabiskan waktunya untuk
melongok melalui pagar taman, memata-matai tetangganya. Keluarga Dursley punya
anak kecil bernama Dudley dan menurut mereka, tidak ada anak laki-laki yang
lebih baik daripadanya di mana saja.
The Dursleys had everything they wanted, but they also had a secret, and their greatest fear was that somebody would discover it. They didn't think they could bear it if anyone found out about the
Potters. Mrs. Potter was \Mrs. Dursley's sister, but they hadn't met for several
years; in fact, Mrs. Dursley pretended she didn't have a sister, because her sister and her good-for-nothing husband were as
unDursleyish as it was possible to be. The Dursleys shuddered to think what the
neighbors would say if the Potters arrived in the street. The Dursleys
knew that the Potters had a small son, too, but they had never even
seen him. This boy was another good reason for keeping the Potters away; they
didn't want Dudley mixing with a child like that.
Keluarga Dursley
memiliki segalanya yang mereka inginkan, tetapi mereka juga punya sebuah
rahasia, dan ketakutan terbesar mereka adalah bahwa seseorang akan
menemukannya. Mereka tidak berpikir kalau mereka dapat tahan jika seseorang
menemukan tentang Keluarga Potter. Mrs. Potter adalah adik perempuan Mrs.
Dursley tetapi mereka telah tidak bertemu selama beberapa tahun, kenyataannya, Mrs.
Durslye pura-pura kalau dia tidak punya seorang adik perempuan, karena adik dan
suaminya yang tidak berguna, tidak mungkin bisa menyamai gaya Dursley. Keluarga
Dursley merinding memikirkan apa yang akan dikatakan para tetangga jika Potters
tiba di jalan. Keluarga Dursley tahu kalau Potters memiliki sorang anak kecil,
juga, tapi mereka belum pernah melihatnya. Anak ini menjadi alasan yang baik lainnya
untuk menjaga Potters tetap jauh, mereka tidak ingin Dudley bergaul dengan anak
seperti itu.
When Mr. and Mrs. Dursley woke up on the dull, gray
Tuesday our story starts, there was nothing about the cloudy sky outside to
suggest that strange and mysterious things would soon be happening all over the
country. Mr. Dursley hummed as he picked out his most boring tie for work, and
Mrs. Dursley gossiped away happily as she wrestled a screaming Dudley into his high chair.
Ketika Mr dan Mrs
Dursley bangun pada hari Selasa abu-abu yang membosankan cerita kami dimulai,
tidak ada langit berawan di luar yang menunjukan bahwa hal aneh dan misterius
akan segera terjadi di seluruh negeri. Mr. Dursley menggumam begitu dia
mengambil dasinya yang paling membosankan untuk bekerja, dan Mrs. Dursley
bergosip dengan senangnya sembari sibuk membuat Dudley yang berteriak-teriak
untuk duduk di kursinya.
None of them noticed a large, tawny owl flutter past the
window.
At half past eight, Mr. Dursley picked up his briefcase,
pecked Mrs. Dursley on the cheek, and tried to kiss Dudley good-bye but missed,
because Dudley was now having a tantrum and throwing his cereal at the walls.
"Little tyke," chortled Mr. Dursley as he left the house. He got
into his car and backed out of number four's drive
Tidak seorangpun dari
mereka yang mengetahui seekor burung hantu besar berwarna kuning kecoklatan
terbang melewati jendela.
Pukul setengah delapan,
Mr. Durslye mengambil tasnya, mencium pipi Mrs. Dursley dengan cepat, dan
berusaha mencium Dudley untuk berpamitan namun gagal, karena Dudley sekarang
sedang mengamuk dan melemparkan sereal-nya ke dinding-dinding. “Dasar beruang
kecil,” Mr. Dursley tertawa terkekeh kekeh saat ia meninggalkan rumah. Dia
masuk ke dalam mobilnya dan memundurkan persneleng nomor empat.
It was on the corner of the street that he noticed the
first sign of something peculiar -- a cat reading a map. For a second, Mr.
Dursley didn't realize what he had seen -- then he jerked his head around to
look again. There was a tabby cat standing on the corner of Privet Drive, but
there wasn't a map in sight. What could he have been thinking of? It must have
been a trick of the light. Mr. Dursley blinked and stared at the cat. It stared
back. As Mr. Dursley drove around the corner and up the road, he watched the
cat in his mirror. It was now reading the sign that said Privet Drive -- no,
looking at the sign; cats couldn't read maps or signs. Mr. Dursley gave himself
a little shake and put the cat out of his mind. As he drove toward town he
thought of nothing except a large order of drills he was hoping to get that day.
Di sudut jalan, dia
mengetahui tanda pertama dari sesuatu yang aneh - seekor kucing sedang membaca
peta. Untuk sesaat, Mr. Dursley tidak menyadari apa yang telah dia lihat -
kemudian dia memutar kepalanya untuk melihatnya lagi. Di sana ada seekor kucing
betina sedang berdiri di sudut jalan di Privet Drive, tetapi dia tidak melihat
ada peta di sana. Apa yang telah dia pikirkan? Pasti hanya tipuan cahaya. Mr.
Dursley mengedipkan mata dan menatap pada kucing. Si kucing menatap balik. Saat
Mr. Dursley melaju di sekitar sudut dan lurus ke jalan, dia melihat kucing itu
di cerminnya. Kucing itu sekarang sedang membaca tanda yang berbunyi Privet
Drive - tidak, melihat tanda; kucing tidak dapat membaca peta atau rambu-rambu.
Mr. Dursley menggelengkan kepalanya sedikit untuk menghilangkan kucing itu dari
pikirannya. Saat dia melaju menuju kota dia tidak memikirkan apa-apa kecuali
sebuah pesanan mesin bor yang besar yang dia harapkan untuk didapat hari itu.
But on the edge of town, drills were driven out of his
mind by something else. As he sat in the usual morning traffic jam, he couldn't
help noticing that there seemed to be a lot of strangely dressed people about.
People in cloaks. Mr. Dursley couldn't bear people who dressed in funny clothes
-- the getups you saw on young people! He supposed this was some stupid new
fashion. He drummed his fingers on the steering wheel and his eyes fell on a
huddle of these weirdos standing quite close by. They were whispering excitedly
together. Mr. Dursley was enraged to see that a couple of them weren't young at
all; why, that man had to be older than he was, and wearing an emerald-green
cloak! The nerve of him! But then it struck Mr. Dursley that this was probably
some silly stunt -- these people were obviously collecting for something... yes,
that would be it. The traffic moved on and a few minutes later, Mr. Dursley
arrived in the Grunnings parking lot, his mind back on drills.
Tetapi di pinggiran
kota, mesin-mesin bor terusir dari pikirannya oleh hal yang lain. Begitu dia
duduk di kemacetan lalu lintah pagi yang biasa, dia tidak dapat mengetahui
bahwa disana nampak banyak orang yang berpakaian aneh. Orang-orang mengenakan
jubah. Mr. Dursley tidak tahan melihat orang-orang mengenakan pakaian yang
lucu. -- The getups kamu melihat
anak-anak muda! Dia beranggapan ini adalah mode pakaian baru yang bodoh. Dia
mengetuk-ngetukan jari-jarinya di roda kemudi dan matanya tertuju pada kerumunan
orang-orang gila yang sedang berdiri cukup dekat. Mereka berbisik-bisik dengan
semangat bersama-sama. Mr. Dursley dibuat marah demi melihat sepasang dari
mereka tidak lagi berusia muda sama sekali; mengapa; orang itu pasti lebih tua
daripadanya, dan sedang mengenakan jubah hijau zamrud! beraninya dia! Tetapi
kemudian hal ini membingungkan Mr. Dursley kalau ini mungkin beberapa aksi
bodoh —orang-orang ini jelas sedang mengumpulkan sesuatu – ya, sudah pasti itu
– lalu lintas bergerak kembali dan beberapa menit kemudian, Mr. Dursley tiba di
area parkir Grunnings, pikirannya kembali pada mesin-mesin bor.
Mr. Dursley always sat with his back to the window in his
office on the ninth floor. If he hadn't, he might have found it harder to
concentrate on drills that morning. He didn't see the owls swoop ing past in
broad daylight, though people down in the street did; they pointed and gazed
open- mouthed as owl after owl sped overhead. Most of them had never seen an
owl even at nighttime. Mr. Dursley, however, had a perfectly normal, owl-free
morning. He yelled at five different people. He made several important
telephone calls and shouted a bit more. He was in a very good mood until
lunchtime, when he thought he'd stretch his legs and walk across the road to
buy himself a bun from the bakery.
Mr. Dursley selalu
duduk dengan punggungnya tertuju ke jendela di kantornya di lantai empat. Jika
tidak, dia mungkin kesulitan untuk berkonsentrasi pada mesin-mesin bor pagi
itu. Dia tidak melihat burung hantu-burung hantu sedang menukik di siang hari
bolong, meskipun orang-orang di jalan melihatnya, mereka menunjuk dan menatap -
mulutnya ternganga – begitu burung hantu demi burung hantu – berkejaran
melintas di atas kepala. Sebagian besar dari mereka belum pernah melihat burung
hantu bahkan pada malam hari sekalipun. Mr. Dursley, bagaimanapun, memiliki
pagi yang sangat normal bebas dari burung hantu. Dia berteriak pada orang yang
berbeda. Dia membuat beberapa panggilan telepon penting dan berteriak lebih
lagi. Dia sedang dalam suasana hati yang baik sampai makan siang, ketika dia
pikir dia telah merengangkan kaki-kakinya dan berjalan menyeberang jalan untuk
membeli roti dari toko roti untuk dirinya sendiri.
He'd forgotten all about the people in cloaks until he
passed a group of them next to the baker's. He eyed them angrily as he passed.
He didn't know why, but they made him uneasy. This bunch were whispering
excitedly, too, and he couldn't see a single collecting tin. It was on his way
back past them, clutching a large doughnut in a bag, that he caught a few words
of what they were saying.
Dia telah melupakan
semuanya tentang orang orang berjubah sampai ia melewati sekelompok dari mereka
disamping tukang roti. Dia melihat mereka dengan marah ketika ia melewatinya.
Dia tidak tahu kenapa, tetapi mereka membuatnya gelisah. Kelompok ini berbisik
dengan semangat, juga, dan dia tidak dapat melihat satupun kaleng yang
terkumpul. Itu pada saat perjalanan kembali saat melewati mereka, mendekap
donat besar dalam sebuah tas, bahwa dia menangkap beberapa kata dari apa yang
mereka sedang bicarakan.
"The Potters, that's right, that's what I heard yes,
their son, Harry"
Mr. Dursley stopped dead. Fear flooded him. He looked
back at the whisperers as if he wanted to say something to them, but thought
better of it.
“Keluarga Potters, itu
benar, itulah yang saya dengar ya, anak mereka, Harry”
Mr. Dursley berhenti
terpaku. Rasa takut membanjiri mereka. Dia melihat kembali pada orang-orang
yang berbisik seolah ia ingin mengatakan sesuatu kepada mereka, tetapi berpikir
lebih baik dari itu.
He dashed back across the road, hurried up to his office,
snapped at his secretary not to disturb him, seized his telephone, and had
almost finished dialing his home number when he changed his mind. He put the
receiver back down and stroked his mustache, thinking... no, he was being
stupid. Potter wasn't such an unusual name. He was sure there were lots of
people called Potter who had a son called Harry. Come to think of it, he wasn't
even sure his nephew was called Harry. He'd never even seen the boy. It might
have been Harvey. Or Harold. There was no point in worrying Mrs. Dursley; she
always got so upset at any mention of her sister. He didn't blame her -- if
he'd had a sister like that... but all the same, those people in cloaks...
Dia berlari cepat
menyeberangi jalan, bergegas ke kantornya, membentak sekretarisnya untuk tidak
mengganggunya, meraih teleponnya, dan sudah hampir selesai menghubungi nomor
rumahnya ketika dia berubah pikiran. Dia meletak gagang telepon kembali dan
mengelus kumisnya, berpikir … tidak, ia telah menjadi bodoh. Potter bukanlah
nama yang tidak biasa. Dia yakin ada banyak orang yang bernama Potter yang
memiliki anak laki-laki bernama Harry. Kalau dipikir-pikir, dia bahkan tidak
yakin keponakannya bernama Harry. Dia belum pernah melihat anak itu. Mungkin
saja namanya Harvey. Atau Harold. Tidak ada gunanya mengkhawatirkan Mrs.
Dursley, dia selalu sangat marah pada penyebutan adiknya. Dia tidak
menyalahkannya – jika dia juga punya adik seperti itu – tapi semuanya sama,
orang-orang berjubah –
He found it a lot harder to concentrate on drills that afternoon and when he left the building at five o'clock, he was still so worried that he walked straight into someone just outside the door.
"Sorry," he grunted, as the tiny old man
stumbled and almost fell. It was a few seconds before Mr. Dursley realized that
the man was wearing a violet cloak. He didn't seem at all upset at being almost
knocked to the ground. On the contrary, his face split into a wide smile and he
said in a squeaky voice that made passersby stare, "Don't be sorry, my
dear sir, for nothing could upset me today! Rejoice, for You-Know-Who has gone
at last! Even Muggles like yourself should be celebrating, this happy, happy
day!"
Dia merasakan lebih
sulit untuk berkonsentrasi pada mesin-mesin bor siang itu dan saat dia
meninggalkan gedung pada pukul lima, dia masih begitu khawatir sehingga dia
berjalan menabrak seseorang diluar pintu.
And the old man hugged Mr. Dursley around the middle and
walked off.
Mr. Dursley stood rooted to the spot. He had been hugged by
a complete
stranger. He also thought he had been called a Muggle,
whatever that
was. He was rattled. He hurried to his car and set off
for home, hoping he was imagining things, which he had never hoped before,
because he didn't approve of imagination.
“Maaf” dia bergumam, saat orang tua kecil tersandung dan hampir jatuh. Itu beberapa detik sebelum Mr. Dursley menyadari kalau orang itu mengenakan jubah ungu. Dia tidak tampak kesal sama sekali meskipun hampir saja terjerembab ke tanah. Sebaliknya, wajahnya berubah menjadi senyum lebar dan dia berkata dengan suara melengking yang membuat orang lewat menatapnya. “jangan menyesal, Tuan, karena tidak ada apapun yang dapat membuat saya kesal hari ini! Bergembiralah, untuk Anda-Tahu-Siapa telah pergi akhirnya! Bahwa para Muggles sepertimu hendaknya merayakan, hari yang paling bahagia ini!
Dan orang tua itu
memeluk Mr. Dursley sekitar tengah dan berjalan pergi.
Mr. Dursley berdiri
terpaku ditempatnya. Dia telah dipeluk
oleh orang yang benar-benar asing. Dia juga berpikir bahwa ia telah dipanggil Muggle,
apapun itu. Dia kebingungan. Dia bergegas ke mobilnya dan bersiap untuk pulang
ke rumah, berharap ia membayangkan hal-hal yang mana dia tidak pernah berharap
sebelumnya karena tidak setuju berimajinasi.
As he pulled into the driveway of number four, the first
thing he saw -- and it didn't improve his mood -- was the tabby cat he'd
spotted that morning. It was now sitting on his garden wall. He was sure it was
the same one; it had the same markings around its eyes.
Saat dia masuk ke jalan
masuk nomor empat, hal pertama yang ia lihat dan itu tidak meningkatkan suasana
hatinya – adalah kucing betina yang telah dia lihat pagi itu. Kucing itu
sekarang sedang duduk di dinding kebunnya. Dia yakin kucing itu adalah kucing
yang sama. Ia punya tanda-tanda yang sama disekitar matanya.
"Shoo!" said Mr. Dursley loudly. The cat didn't
move. It just gave him a stern look. Was this normal cat behavior? Mr. Dursley
wondered. Trying to pull himself together, he let himself into the house. He
was still determined not to mention anything to his wife.
“Shoo!” kata Mr Dursley
dengan keras. Kucing itu tidak bergerak. Ia hanya menatapnya dengan tegas.
Apakah ini tingkah laku kucing yang normal? Mr. Dursley bertanya-tanya. Mencoba
untuk membuat dirinya sadar, dia membiarkan dirinya masuk ke dalam rumah. Dia
bertekad untuk tidak menceritakan apapun kepada instrinya.
Mrs. Dursley had had a nice, normal day. She told him
over dinner all about Mrs. Next Door's problems with her daughter and how
Dudley had learned a new word ("Won't!"). Mr. Dursley tried to act
normally. When Dudley had been put to bed, he went into the living room in time
to
catch the last report on the evening news:
Mrs. Dursley telah
mengalami hari yang baik dan normal. Dia bercerita kepadanya saat makan malam
semua tentang masalah Mrs. Next Door dengan anak perempuannya dan bagaimana
Dudley telah belajar sebuah kata baru “Tidak akan”. Mr. Dursley berusaha untuk
bertindak secara normal. Ketika Dudley telah ditidurkan, ia pergi ke ruang tamu
pada waktunya untuk menyaksikan laporan terakhir di berita petang :
"And finally, bird-watchers everywhere have reported that the nation's owls have been behaving very unusually today. Although owls normally hunt at night and are hardly ever seen in daylight, there have been hundreds of sightings of these birds flying in every direction since sunrise. Experts are unable to explain why the owls have suddenly changed their sleeping pattern." The newscaster allowed himself a grin
"Most mysterious. And now, over to Jim McGuffin with
the weather. Going to be any more showers of owls tonight, Jim?"
“Dan akhirnya, pengamat burung di mana-mana telah melaporkan bahwa bangsa burung hantu telah bersikap sangat tidak biasa hari ini. Meskipun burung hantu biasanya berburu pada malah hari dan jarang sekali terlihat di siang hari, ada ratusan penampakan burung-burung ini beterbangan ke segala arah sejak matahari terbit. Para ahli tidak dapat menjelaskan mengapa burung hantu-burung hantu secara tiba-tiba telah mengubah pola tidur mereka. “Penyiar berita membiarkan dirinya tersenyum. “Paling misterius. Dan sekarang, kembali ke Jim McGuffin dengan cuasa. Akan menjadi lebih banyak mandi burung hantu malam ini, Jim?”
"Well, Ted," said the weatherman, "I don't
know about that, but it's not only the owls that have been acting oddly today.
Viewers as far apart as Kent, Yorkshire, and Dundee have been phoning in to
tell me that instead of the rain I promised yesterday, they've had a downpour
of shooting stars! Perhaps people have been celebrating Bonfire Night early --
it's not until next week, folks! But I can promise a wet night tonight."
“Baiklah, Ted,” kata
penyiar cuaca tersebut, “Saya tidak tahu tentang itu, tapi tidak hanya para
burung hantu yang telah berlaku aneh hari ini, Pemirsa dari jauh, Kent,
Yorkshire, dan Dundee telah menelepon untuk memberitahu saya bahwa sebagai
ganti hujan yang saya janjikan kemarin, mereka telah mendapati adanya bintang
jatuh. Mungkin orang-orang telah merayakan Bonfire Night lebih awal – itu tidak
sampai minggu depan, Saudara-Saudara! Tapi saya bisa menjanjikan malam yang
basah malam ini. “
Mr. Dursley sat frozen in his armchair. Shooting stars
all over Britain? Owls flying by daylight? Mysterious people in cloaks all over
the place? And a whisper, a whisper about the Potters...
Mr. Dursley duduk
membeku di kursi tangan-nya. Bintang jatuh di seluruh Inggris? Burung
hantu-burung hantu terbang di siang hari? Orang-orang misterius berjubah di
seluruh tempat? Dan sebuah bisikan, sebuah bisikan tentang Potters….
Mrs. Dursley came into the living room carrying two cups
of tea. It was no good. He'd have to say something to her. He cleared his
throat nervously. "Er -- Petunia, dear -- you haven't heard from your
sister lately, have you?"
Mrs. Dursley datang ke ruang tamu membawa dua cangkir teh. Ini tidak baik. Dia harusnya telah mengatakan sesuatu padanya. Dia berdehem dengan gugup ”Er – Putina, sayang – kamu belum mendengar kabar adikmu akhir-akhir ini, kan?
As he had expected, Mrs. Dursley looked shocked and
angry. After all, they normally pretended she didn't have a sister.
"No," she said sharply. "Why?"
"Funny stuff on the news," Mr. Dursley mumbled.
"Owls... shooting stars... and there were a lot of funny-looking people in
town today..."
"So?" snapped Mrs. Dursley.
Seperti yang telah dia
duga, Mrs. Dursley tampak terkejut dan marah. Apalagi, mereka biasanya
berpura-pura dia tidak punya adik perempuan.
“Tidak,” katanya tajam
“Kenapa?”
“Hal yang lucu di
berita” gumam Mr. Dursley. “Burung-burung hantu …… bintang jatuh ……… dan ada
banyak orang yang lucu di kota hari ini ……”
“Jadi?” bentak Mrs.
Dursley
"Well, I just thought... maybe... it was something to do with... you know... her crowd."
Mrs. Dursley sipped her tea through pursed lips. Mr. Dursley wondered
whether he
dared tell
her
he'd heard the name "Potter." He
decided he
didn't dare. Instead he said, as casually as he
could, "Their
son -- he'd be about Dudley's age
now, wouldn't
he?"
“Yah, aku hanya
berpikir …… mungkin …… itu ada hubungannya dengan …… kamu tahu …… keramaianya.”
Mrs. Dursley menyeruput
tehnya dengan bibir yang dikerutkan. Mr. Dursley bertanya-tanya apakah dia
berani memberitahukannya ia telah mendengar nama “Potter”. Dia memutuskan ia
tidak berani. Sebaliknya dia berkata sesantai mungkin, “Anak mereka- dia telah
seusai Dudley sekarang, bukan?
.
Comments
Post a Comment